2.1 Fisikawan muslim
A.Al-Kindi
● Dalam dunia barat dia dikenal
dengan nama Al-Kindus. Ilmuwan Muslim pertama yang mencurahkan pikirannya untuk
mengkaji ilmu optik adalah Abu Yusuf Yacub Ibnu Ishak Al-Kindi (801
M – 873 M).
●Hasil kerja kerasnya mampu menghasilkan
pemahaman baru tentang refleksi cahaya serta prinsip-prinsip
persepsi visual.
● Buah pikir Al-Kindi tentang optik terekam dalam kitab berjudul De Radiis Stellarum. Buku yang
ditulisnya itu sangat berpengaruh bagi sarjana Barat seperti Robert Grosseteste
dan Roger Bacon.
●Teori-teori yang dicetuskan Al-Kindi
tentang ilmu optik telah menjadi hukum-hukum perspektif di era Renaisans Eropa.
●Secara lugas, Al-Kindi menolak konsep tentang
penglihatan yang dilontarkan Aristoteles.
Dalam pandangan ilmuwan Yunani itu, “penglihatan merupakan bentuk yang diterima
mata dari obyek yang sedang dilihat”. Namun, menurut Al-Kindi “penglihatan
justru ditimbulkan daya pencahayaan yang berjalan dari mata ke obyek dalam
bentuk kerucut radiasi yang padat.”
B. AlBiruni
● Bernama
lengkap Abu Raihan Muhammad ibn Ahmad Al Biruni, ilmuwan
besar ini dilahirkan pada 362 H (15 September 973 – 13 Desember 1048), di
desa Khath yang merupakan ibukota kerajaan Khawarizm, Turkmenistan (kini kota
Kiva, wilayah Uzbekistan). Ia lebih dikenal dengan nama Al Biruni.
●Prestasi paling menonjol di bidang fisika
ilmuwan Muslim yang pertama kali memperkenalkan “permainan catur ke negeri-negeri Islam ini adalah tentang penghitungan
akurat mengenai timbangan 18 batu.”’
● Selain itu, ia juga menemukan konsep
bahwa “cahaya lebih cepat dari suara.”
●Sebagai seorang fisikawan, Al-Biruni
memberikan sumbangan penting bagi pengukuran jenis berat (specific gravity)
berbagai zat dengan hasil perhitungan yang cermat dan akurat. Konsep ini sesuai
dengan prinsip dasar yang ia yakini bahwa seluruh benda tertarik oleh gaya
gravitasi bumi.
●Teori ini merupakan pintu gerbang menuju
hukum-hukum Newton 500 tahun kemudian. Al Biruni juga mengajukan
hipotesa tentang rotasi bumi di sekeliling sumbunya. Konsep ini lalu
dimatangkan dan diformulasikan oleh Galileo Galilei 600 tahun setelah wafatnya
Al Biruni.
C. Al-Haitham
●Fisikawan ternama ini bernama
lengkap Abu Ali Al-Hasan Ibn Al-Hasan (atau al-Husain) Ibn
Al-Haitham. Ia lahir tahun 965 di Basrah (Irak).
●Fisikawan Muslim terbesar dan salah satu pakar optik terbesar sepanjang masa,
itu wafat di Kairo sekitar tahun 1039.
●Sepanjang hidupnya, Al-Haitham telah
menulis sekitar 70 kitab. Salah satu kitabnya, Al-Manazir, telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Latin dengan tajuk Opticae Thesaurus.
●Dalam kitabnya Al-Haitham
mengatakan,” proses melihat adalah jatuhnya cahaya ke mata.” Bukan
karena sorot mata sebagaimana diyakini orang sejak zaman Aristoteles.
Dalam kitab itu ia juga menjelaskan berbagai cara untuk membuat teropong dan kamera sederhana (kamera
obscura).
●Kitab tentang optika ini telah
menginspirasi para ilmuwan Barat seperti Roger Bacon dan Johann Kepler. Tak
heran jika Al-Hazen, demikian Barat menyebut nama Al-Haitham, mendapat gelar ”Bapak Optika Modern”.
D. Ibnu Bajjah
●Namanya Abu-Bakr Muhammad
Ibnu Yahya Ibnu Al-Sayigh. Tapi ia biasa dipanggil Ibnu Bajjah yang berarti
“anak emas”. Ibnu Bajjah lahir di Saragoza, Spanyol, pada tahun 1082 dan wafat
pada 1138 M.
●Sebagaimana Al-Haitham, karya Ibnu Bajjah
dalam bidang fisika banyak mempengaruhi fisikawan Barat abad pertengahan
seperti Galileo Galilei.
● Ibnu Bajjah menjelaskan tentang hukum gerakan.
● Menurutnya, “kecepatan sama dengan gaya gerak dikurangi resistensi materi” Prinsip-prinsip
yang dikemukakannya ini menjadi dasar bagi pengembangan ilmu mekanika modern.
Karena itu tidak mengherankan jika hukum kecepatan yang dikemukakan Galilei
sangat mirip dengan yang dipaparkan Ibnu Bajjah.
● Karya-karya Ibnu Bajjah mengenai
analisis gerakan juga sangat mempengaruhi pemikiran Thomas Aquinas.
E. Al-Khazini
●Abdurrahman al-Khazini hidup
pada abad ke-12 M. Ia adalah ilmuwan yang menemukan berbagai teori
penting dalam sains.
●Temuan ilmuwan kelahiran Bizantium ini
antara lain: metode ilmiah eksperimental
dalam mekanik, perbedaan daya, masa dan berat, jarak gravitasi, serta energi
potensial gravitasi.
●Sumbangan penting Al-Khazini dalam
bidang fisika terangkum dalam kitab Mizan al-Hikmah yang ditulisnya pada tahun
1121. Dalam buku ini ia menjelaskan tentang teori keseimbangan
hidrostatika.Teori ini telah mendorong penciptaan peralatan ilmiah. Tak mengherankan
jika Robert E. Hall dalam tulisan bertajuk ”Al-Khazini” yang dimuat dalam A
Dictionary of Scientific Biography Volume VII (1973) menyebutkan, ”Al-Khazini
adalah salah seorang saintis terbesar sepanjang masa.” Sedangkan editor
Dictionary of Scientific Bibliography, Charles C. Jilispe, menjuluki Al-Khazini
sebagai ”Fisikawan terbesar sepanjang sejarah.”
●Dalam bukunya, Al-Khazini menerangkan
prinsip keseimbangan hidrostatika dengan tingkat ketelitian obyek sampai ukuran
mikrogram (10?6 gr).
Tingkat ketelitian seperti ini, menurut K.
Ajram dalam The Miracle of Islamic Science, baru dapat tercapai pada abad ke-20
M.
●Al-Khazini juga menjelaskan
definisi ”berat”. Menurutnya, berat merupakan gaya yang inheren dalam
benda-benda padat yang menyebabkan mereka bergerak dalam satu garis lurus
terhadap pusat bumi (gravitasi) dan terhadap pusat benda itu sendiri. Besaran
gaya ini tergantung dari kerapatan benda.
●Ia juga menerangkan pengaruh suhu
(temperatur) terhadap kerapatan benda. Hal ini ia lakukan sebelum Roger Bacon
menemukan dan membuktikan suatu hipotesis tentang kerapatan air saat ia berada
dekat pusat bumi.
F. Al-Farisi
●Kamal al-Din
Abu’l-Hasan Muhammad Al-Farisi lahir di Tabriz, Persia
(sekarang Iran) pada tahun 1267 dan wafat pada 1319 M.
●Al-Farisi terkenal dengan kontribusinya
tentang optik. Dalam bidang optik, ia berhasil merevisi teori pembiasan cahaya
yang dicetuskan para ahli fisika sebelumnya.
●Al-Farisi membedah dan merevisi teori
pembiasan cahaya yang telah ditulis oleh Al-Haitham. Hasil revisi itu ia tulis
dalam kitab Tanqih al-Manazir (Revisi tentang Optik).
●Menurut Al-Farisi, tidak semua teori
optik yang dikemukakan Al-Haitham benar. Karena itulah ia berusaha memperbaiki
kelemahan dan menyempurnakan teori Al-Haitham.
●Tak cuma itu, teori Al-Haitham soal
pelangi juga ia perbaiki. Bahkan Al-Farisi mampu menggabungkan teori Al-Haitham
ini dengan teori pelangi dari Ibnu Sina. Para ahli sebelum al-Farisi
berpendapat bahwa warna merupakan hasil sebuah pencampuran antara gelap dengan
terang. Secara khusus, ia pun melakukan penelitian yang mendalam soal warna. Ia
melakukan penelitian dengan lapisan/bola transparan. Hasilnya, al-Farisi
mencetuskan bahwa warna-warna terjadi karena superimposition perbedaan
bentuk gambar dalam latar belakang gelap.
“Jika gambar kemudian menembus di dalam,
cahaya diperkuat lagi dan memproduksi sebuah warna kuning bercahaya.
Selanjutnya mencampur gambar yang dikurangi dan kemudian sebuah warna gelap dan
merah gelap sampai hilang ketika matahari berada di luar kerucut pembiasan
sinar setelh satu kali pemantulan,” ungkap al-Farisi.
●Penelitiannya itu juga berkaitan dengan
dasar investigasi teori dalam dioptika yang disebut al-Kura al-muhriqa yang
sebelumnya juga telah dilakukan oleh ahli optik Muslim terdahulu yakni, Ibnu
Sahl (1000 M) dan Ibnu al-Haytham (1041 M). Dalam Kitab Tanqih
al-Manazir , al-Farisi menggunakan bejana kaca besar yang bersih dalam
bentuk sebuah bola, yang diisi dengan air, untuk mendapatkan percobaan
model skala besar tentang tetes air hujan.
Dia kemudian menempatkan model ini dengan
sebuah kamera obscura yang berfungsi untuk mengontrol lubang bidik kamera untuk
pengenalan cahaya. Dia memproyeksikan cahaya ke dalam bentuk bola dan akhirnya
dikurangi dengan beberapa percobaan dan penelitian yang mendetail untuk
pemantulan dan pembiasan cahaya bahwa warna pelangi adalah sebuah fenomena
dekomposisi cahaya.
●Hasil penelitiannya itu hampir sama
dengan Theodoric of Freiberg. Keduanya berpijak pada teori yang diwariskan Ibnu
Haytham serta penelitian Descartes dan Newton dalam dioptika (contohnya, Newton
melakukan sebuah penelitian serupa di Trinity College, dengan menggunakan
sebuah prisma agak sedikit berbentuk bola).
Al-Farisi mampu menjelaskan fenomena alam
ini dengan menggunakan matematika.
G. Taqi al-Din
●Selain dikenal sebagai pakar
fisika, Taqi al-Din Muhammad ibnu Ma’ruf al- Shami al-Asadi (1526-1585
M) adalah pakar matematika, pakar botani, astronom, astrolog, dan ahli teknik.
Taqi al-Din juga teolog, filsuf, ahli hewan, ahli obat-obatan, hakim, guru, dan
imam masjid.
● Sebagai ahli teknik, ia misalnya membuat jam dinding dan jam tangan
●Taqi al-Din menulis sekitar 90 kitab.
Salah satunya bertajuk Al-Turuq al-Samiyya fi al-Alat al-Ruhaniyya. Kitab yang
ditulis pada 1551 ini menjelaskan kerja mesin dan turbin uap air. Karya ini
mendahului penemuan Giovanni Branca (1629) tentang mesin uap air. Kitab-kitab
lainnya antara lain menerangkan tentang optik, matematika, mekanika, astronomi,
dan astrologi.
H. Abdus Salam
●Seorang tokoh dunia Islam yang harus disebut secara
khusus adalah Abdus Salam (1926-1996), seorang fisikawan asal Pakistan, karena
dialah praktisi ilmuwan Muslim terpenting di abad ini.
●Sebagai ilmuwan, ia adalah satu-satunya Muslim yang
mendapat penghargaan Nobel (pada 1979 di bidang fisika).Ia sering mengungkapkan
keyakinannya bahwa kerjanya dalam ilmu pengetahuan memiliki landasan normatif
yang cukup kuat dalam al-Qur’an.
●Bersama dengan Sheldon
Lee Glashow dan Steven Weinberg, Salam mendapatkan nobel fisika tahun 1979
untuk kontribusinya dalam menyatukan gaya elektromagnetik dan gaya nuklir
lemah yang dinamakan teori elektrolemah (electroweak theory).
●Teori ini menjadi pijakan pengembangan teori
penyatuan maha agung (grand unification theory) dengan menyatukannya dengan
gaya inti (gaya kuat).
●Dalam perkembangannya teori ini menjadi inti penting
dalam pengembangan model standar (standard model) fisika partikel.
●Di alam semesta ini terdapat lima gaya dasar yang
berperan yaitu gaya listrik dan gaya magnet bergabung dalam
elektromagnetik yang bertanggung jawab mengikatkan elektron-elektron pada inti
atom dalam sebuah atom zat, gaya
gravitasi, gaya kuat yang mengikat proton dan neutron dalam inti, dan gaya lemah untuk peluruhan radioaktif.
Ratusan tahun kelima gaya itu dipahami secara terpisah sesuai kerangka dalil
dan postulatnya.
●Di tahun 1967, tiga sekawan di atas mengumumkan teori
“Unifying the Forces” bahwa arus lemah dalam inti atom diageni oleh tiga
partikel yang masing-masing memancarkan arus atau gaya kuat. Keberadaan tiga
partikel itu telah dibuktikan tahun 1983 oleh tim peneliti di CERN (Cetre
Europeen de Recherche Nucleaire) di Jenewa, Swiss yang dipimpin Carlo Rubia
(Italia) dan Simon van der Meer (Belanda) melalui Superprotosynchrotron dengan
penemuan partikel W+, W- dan Z. Keduanya lantas mendapat nobel fisika tahun
1984.
Beberapa artikel pendek yang ditulisnya mengangkat
tema tak adanya pertentangan antara ilmu pengetahuan dengan iman, khususnya
Islam. Dengan penguasaannya atas teori-teori astro-fisika mutakhir ia bahkan
berusaha menunjukkan kesesuaian ilmu pengetahuan dengan agama dalam, misalnya,
pandangan tentang asal usul alam semesta Yang juga cukup menarik, dalam
argumennya ia sempat pula menyebut ahli bedah Perancis Maurice Bucaille.
Bucaille mengajukan premis serupa, bahwa tak ada satu ayat pun dalam al-Qur’an
yang bertentangan dengan temuan ilmu pengetahuan.Rujukan kepada Bucaille
menegaskan sikap Salam terhadap ilmu pengetahuan modern.
I. DR. BJ Habiebie
●Perancang bangun gerbong kereta api
super cepat (dipakai di Jerman).
● Usianya sekarang 73 tahun. Postur tubuhnya
kecil namun pembawaannya sangat enerjik. ●Dialah Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf
Habibie, laki-laki kelahiran Pare-pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936.
●Habibie-lah yang kemudian menemukan bagaimana rambatan titik crack itu bekerja.
Perhitungannya sungguh rinci, sampai pada hitungan atomnya.
● Oleh dunia penerbangan, teori Habibie ini lantas dinamakan crack
progression.
●Dari sinilah Habibie mendapat julukan sebagai Mr.
Crack. Tentunya teori ini membuat pesawat lebih aman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar