BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dewasa ini yang masih
menjadi isu panas dalam kualitas pendidikan adalah prestasi siswa dalam bidang
ilmu tertentu. Menyadari hal ini pemerintah bersama-sama dengan para ahli di
bidang pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Upaya
reformasi pendidikan yang telah dibuat oleh banyak pemerintah, termasuk melalui
seminar, lokakarya dan materi pelatihan dalam hal mata pelajaran dan metode
pembelajaran untuk bidang studi tertentu seperti Sains, Matematika dan
lain-lain. Namun belum menampakkan hasil memuaskan, baik dari proses
pembelajarannya maupun dari hasil prestasi siswanya.
Dari beberapa mata
pelajaran yang disajikan disekolah, matematika adalah salah satu mata pelajaran
yang perlu dilatih dalam system penalarannya. Melalui pengajaran matematika
diharapkan dapat meningkatkan kapasitas keterampilan dan mengembangkan
aplikasi. Selain itu matematika adalah cara berfikir dalam menentukan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan matematika adalah adalah
metode berfikir logis sistematis, dan konsisten.
Namun matematika
merupakan mata pelajaran yang dianggap sebagian siswa sebagai mata pelajaran
yang sulit untuk dipelajari. Apalagi dengan peserta didik yang kerja otak kanan
lebih dominan dalam aktifitas kesehariannya. Dengan asumsi seperti ini, maka
pelajaran matematika akan menjadi sebuah penghambat dalam proses pembelajaran
bagi sebagian siswa tersebut. Sehingga dalam pembelajaran perlu memperhatikan
kondisi yang perlu dan dapat mendorong atau memotivasi peserta didik dalam
pembelajaran yang sedang berlangsung. Namun demikian, dengan berbagai model
pembelajaran yang ada memungkinkan guru untuk menyampaikan materi matematika
secara menarik dan menyenangkan. Dalam kondisi peserta didik yang fun atau bisa
dengan tema “belajar matematika dengan menyenangkan” maka perserta didik dapat
mengikuti dengan fun juga, maka mereka tidak merasa kejenuhan dalam belajar
matematika. Salah satu pendekatan pembelajaran yang ada adalah Pembelajaran
matematika realistic atau yang lebih dikenal dengan RME (Realistic Mathematics Education).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah RME itu?
2. Bagaimanakah langkah-langkah RME?
3. Apa sajakah kelebihan dan kelemahan RME?
4. Bagaimana penerapannya dalam pembelajaran
matematika?
1.3 Tujuan
Dari Uraian diatas didapat:
Tujuan umum :
a.
Dapat mengetahui apa
itu RME.
b.
Dapat mengetahui
bagaimanakah langkah-langkah RME.
c.
Dapat mengetahui apa
sajakan kelebihan dan kelemahan RME.
d. Dapat mengetahui bagaimana penerapannya dalam pembelajaran matematika.
Tujuan khusus : Dapat mengaplikasikan
RME dalam proses pembelajaran.
1.4
Manfaat
1. Manfaat teoritis
Secara umum dari ini
diharapkan dapat memberi masukan kepada pembelajaran matematika utamanya dalam
meningkatkan pemahaman konsep belajar matematika siswa. Secara khusus review
ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada strategi pembelajaran matematika.
2. Manfaat praktis
● Bagi siswa
Proses pembelajaran
ini dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep matematika dengan
baik.
● Bagi guru
Memberikan masukan
kepada guru, khususnya guru matematika, bahwa dalam pembelajaran matematika
dengan pemberian pertanyaan haruslah dapat merangsang motivasi
siswa agar pembelajaran menjadi lebih menarik dan kreatif.
BAB II
KAJIAN TEORI
KAJIAN TEORI
2.1
Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran adalah
setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari
pengalaman.Pembelajaran dalam dunia pendidikan adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi
proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta
pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,
pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar
dengan baik.
Disisi lain
pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi
sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru
mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga
mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat memengaruhi
perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang
peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai
pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran
menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.
2.2
Pendekatan Realistik
Pengertian pendekatan
realistik menurut Sofyan, (2007: 28) “sebuah pendekatan pendidikan yang
berusaha menempatkan pendidikan pada hakiki dasar pendidikan itu sendiri”.
Menurut Sudarman Benu, (2000: 405)
“pendekatan realistik adalah pendekatan yang menggunakan masalah situasi dunia
nyata atau suatu konsep sebagai titik tolak dalam belajar matematika”.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Sejarah dan Pengertian RME
3.1.1 Sejarah RME
Pendidikan matematika realistik
atau Realistic Mathematics Education (RME) mulai berkembang karena adanya
keinginan meninjau kembali pendidikan matematika di Belanda yang dirasakan
kurang bermakna bagi pebelajar. Gerakan ini mula-mula diprakarsai oleh
Wijdeveld dan Goffre (1968) melalui proyek Wiskobas. Selanjutnya bentuk RME
yang ada sampai sekarang sebagian besar ditentukan oleh pandangan Freudenthal
(1977) tentang matematika. Menurut pandangannya matematika harus dikaitkan
dengan kenyataan, dekat dengan pengalaman anak dan relevan terhadap masyarakat,
dengan tujuan menjadi bagian dari nilai kemanusiaan. Selain memandang
matematika sebagai subyek yang ditransfer, Freudenthal menekankan ide
matematika sebagai suatu kegiatan kemanusiaan. Pelajaran matematika harus
memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk “dibimbing” dan “menemukan
kembali” matematika dengan melakukannya. Artinya dalam pendidikan matematika
dengan sasaran utama matematika sebagai kegiatan dan bukan sistem tertutup.
Jadi fokus pembelajaran matematika harus pada kegiatan bermatematika atau
“matematisasi” (Freudental,1968).
Kemudian Treffers
(1978, 1987) secara eksplisit merumuskan ide tersebut dalam 2 tipe matematisasi
dalam konteks pendidikan, yaitu matematisasi horisontal dan vertikal. Pada
matematisasi horizontal siswa diberi perkakas matematika yang dapat menolongnya
menyusun dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematisasi
vertikal di pihak lain merupakan proses reorganisasi dalam sistem matematis,
misalnya menemukan hubungan langsung dari keterkaitan antar konsep-konsep dan
strategi-strategi dan kemudian menerapkan temuan tersebut. Jadi matematisasi
horisontal bertolak dari ranah nyata menuju ranah simbol, sedangkan
matematisasi vertikal bergerak dalam ranah simbol. Kedua bentuk matematisasi ini
sesungguhnya tidak berbeda maknanya dan sama nilainya (Freudenthal, 1991). Hal
ini disebabkan oleh pemaknaan “realistik” yang berasal dari bahasa Belanda
“realiseren” yang artinya bukan berhubungan dengan kenyataan, tetapi
“membayangkan”. Kegiatan “membayangkan” ini ternyata akan lebih mudah dilakukan
apabila bertolak dari dunia nyata, tetapi tidak selamanya harus melalui cara
itu.
3.1.2
Pengertian RME
RME adalah pendekatan pembelajaran yang bertolak dari hal-hal yang
‘real’ bagi siswa, menekankan keterampilan ‘proses of doing mathematics’,
berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga
mereka dapat menemukan sendiri (‘student inventing’ sebagai
kebalikan dari ‘teacher telling’) dan pada
akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara
individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini peran guru tak lebih dari
seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berfikir,
mengkomunikasikan ‘reasoning-nya’, melatih nuansa
demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain. Secara umum, teori RME terdiri
dari lima karakteristik yaitu:
1.
Penggunaan real konteks sebagai titik tolak belajar
matematika
2.
Penggunaan model yang
menekankan penyelesaian secara informal sebelum menggunakan cara formal atau
rumus.
3.
Mengaitkan sesama topik dalam matematika
4.
Penggunaan metode
interaktif dalam belajar matematika
5.
Menghargai ragam jawaban dan kontribusi siswa.
Namun demikian,
hendaknya guru juga memperhatikan 3 aspek penilaian yang harus dicapai
dalam pembelajaran, yaitu aspek pemahaman konsep, aspek penalaran dan
komunikasi, serta aspek pemecahan masalah. Dengan memperhatikan ketiga aspek
tersebut maka guru dapat mengembangkan pendekatan atau model dalam proses
pembelajaran serta media yang tepat dalam mendukung belajar peserta didik dalam
kelas. Dengan suasana yang menyenangkan diharapkan peserta didik tidak jenuh
lagi dalam belajar matematika, namun sebaliknya, diharapkan peserta didik
dapat termotivasi untuk belajar dengan menyenangkan.
3.2 Langkah-langkah
Metode RME
Untuk dapat
melaksanakan RME kita harus tahu prinsip-prinip yang
digunakan RME dan karakteristik RME.
digunakan RME dan karakteristik RME.
a.
Terdapat 5 prinsip
utama dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu:
1.
Didominasi oleh
masalah- masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan
sebagai terapan konsep matematika.
2.
Perhatian diberikan
pada pengembangan model”situasi skema dan simbol”.
3.
Sumbangan dari para
siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan
produktif.
4.
Interaktif sebagai
karakteristik diproses pembelajaran matematika
5.
Intertwinning (membuat
jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.
Gravemeijer (dalam
Fitri. 2007: 10) menyebutka tiga prinsip kunci dalam pendekatan realistik,
ketiga kunci tersebut adalah:
1. Penemuan kembali
secara terbimbing/ matematika secara progresif(Gunded Reinvention/ Progressive
matematizing). Dalam menyeleseikan topik- topik matematika, siswa harus diberi
kesempatan untuk mengalami proses yang sama, sebagai koknsep- konsep matematika
dikemukakan. Siswa diberikan masalah nyata yang memungkinkan adanya
penyeleseian yang berbeda.
2. Didaktif yang
bersifat fenomena(didaktial phenomology) topik matematika yang akan diajarkan
diupayakan berasal dari fenomenan sehari-hari.
3. Model yang
dikembangkan sendiri(self developed models) dalam memecahkan ‘contextual
problem”, mahasiswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri.
Pengembangan model ini dapat berperan dalam menjembatani pengetahuan informal
dan pengetahuan formal serta konkret dan abstrak.
b. Karakteristik RME
Menurut Grafemeijer (dalam fitri, 2007: 13) ada 5 karakteristik
pembelajaran matematika realistik, yaitu sebagai berikut:
1.
Menggunakan masalah
kontekstual
Masalah konsektual
berfungsi sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak dari mana matematika yang
digunakan dapat muncul. Bagaimana masalah matematika itu muncul(yang
berhubungan dengan kehidupan sehari- hari)
2.
Menggunakan model atau
jembatan
Perhatian diarahkan kepada pengembangan model, skema, dan simbolisasi dari
pada hanya mentrasfer rumus. Dengan menggunakan media pembelajaran siswa akan
lebih faham dan mengerti tentang pembelajaran aritmatika sosial.
3.
Menggunakan kontribusi
siswa
Kontribusi yang besar
pada saat proses belajar mengajar diharapkan dari konstruksi murid sendiri yang
mengarahkan mereka dari metode informal ke arah metode yang lebih formal. Dalam
kehidupan sehari- hari diharapkan siswa dapat membedakan pengunaan aritmatika
sosial terutama pada jual beli. Contohnya: harga baju yang didiskon dengan
harga baju yang tidak didiskon.
4.
Interaktivitas
Negosiasi secara
eksplisit, intervensi, dan evaluasi sesama murid dan guru adalah faktor penting
dalam proses belajar secara konstruktif dimana strategi informal siswa
digunakan sebagai jembatan untuk menncapai strategi formal. Secara berkelompok
siswa diminta untuk membuat pertanyaan kemudian diminta mempresentasikan
didepan kelas sedangkan kelompok yang lain menanggapinya. Disini guru bertindak
sebagai fasilitator.
5.
Terintegrasi dengan
topik pembelajaran lainnya (bersifat holistik)
Aritmatika sosial tidak hanya terdapat pada pembelajaran matematika saja,
tetapi juga terdapat pada pembelajaran yang lainnya, misalnya pada akutansi,
ekonomi, dan kehidupan sehari- hari.
c. Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik
Berdasarkan prinsip
dan karakteristik PMR serta dengan memperhatikan pendapat yang telah
dikemukakan di atas, maka dapatlah disusun suatu langkah-langkah pembelajaran
dengan pendekatan PMR yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai
berikut:
● Langkah 1: Memahami masalah kontekstual
Guru memberikan
masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari kepada siswa dan meminta siswa
untuk memahami masalah tersebut,serta memberi kesempatan kepada siswa untuk
menanyakan masalah yang belum di pahami. Karakteristik PMR yang muncul pada
langkah ini adalah karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual
sebagai titik tolak dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu
interaksi
● Langkah 2:
Menjelaskan masalah kontekstual
Jika dalam memahami
masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi
dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran
seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum
dipahami.
● Langkah 3 : Menyelesaikan masalah
Siswa mendeskripsikan
masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek matematika yang ada pada
masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah. Selanjutnya
siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan
pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan
penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi,
dan memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh penyelesaian
masalah-masalah tersebut. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini yaitu
karakteristik kedua menggunakan model
● Langkah 4 : Membandingkan jawaban
Guru meminta siswa
membentuk kelompok secara berpasangan dengan teman sebangkunya, bekerja sama
mendiskusikan penyelesaian masalah-masalah yang telah diselesaikan secara
individu (negosiasi, membandingkan, dan berdiskusi). Guru mengamati kegiatan
yang dilakukan siswa, dan memberi bantuan jika dibutuhkan.
Dipilih kelompok berpasangan, dengan pertimbangan efisiensi waktu. Karena di sekolah tempat pelaksanaan ujicoba, menggunakan bangku panjang. Sehingga kelompok dengan jumlah anggota yang lebih banyak, membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pembentukannya. Sedangkan kelompok berpasangan tidak membutuhkan waktu, karena siswa telah duduk dalam tatanan kelompok berpasangan. Setelah diskusi berpasangan dilakukan, guru menunjuk wakil-wakil kelompok untuk menuliskan masing-masing ide penyelesaian dan alasan dari jawabannya, kemudian guru sebagai fasilitator dan modarator mengarahkan siswa berdiskusi, membimbing siswa mengambil kesimpulan sampai pada rumusan konsep/prinsip berdasarkan matematika formal (idealisasi, abstraksi). Karakteristik PMR yang muncul yaitu interaksi
Dipilih kelompok berpasangan, dengan pertimbangan efisiensi waktu. Karena di sekolah tempat pelaksanaan ujicoba, menggunakan bangku panjang. Sehingga kelompok dengan jumlah anggota yang lebih banyak, membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pembentukannya. Sedangkan kelompok berpasangan tidak membutuhkan waktu, karena siswa telah duduk dalam tatanan kelompok berpasangan. Setelah diskusi berpasangan dilakukan, guru menunjuk wakil-wakil kelompok untuk menuliskan masing-masing ide penyelesaian dan alasan dari jawabannya, kemudian guru sebagai fasilitator dan modarator mengarahkan siswa berdiskusi, membimbing siswa mengambil kesimpulan sampai pada rumusan konsep/prinsip berdasarkan matematika formal (idealisasi, abstraksi). Karakteristik PMR yang muncul yaitu interaksi
● Langkah 5:
Menyimpulkan
Dari hasil diskusi
kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu rumusan
konsep/prinsip dari topik yang dipelajari. Karakteristik PMR yang muncul pada
langkah ini adalah adanya interaksi antar siswa dengan guru.
3.3. Kelebihan
dan Kelemahan RME
Beberapa keunggulan
dari pembelajaran metematika realistik antara lain:
1.
Pelajaran menjadi
cukup menyenangkan bagi siswa dan suasana tegang tidak tampak.
2.
Materi dapat dipahami
oleh sebagian besar siswa.
3.
Alat peraga adalah
benda yang berada di sekitar, sehingga mudah didapatkan.
4.
Guru ditantang untuk
mempelajari bahan.
5.
Guru menjadi lebih
kreatif membuat alat peraga.
6.
Siswa mempunyai
kecerdasan cukup tinggi tampak semakin pandai.
Beberapa kelemahan dari pembelajaran
metematika realistik antara lain:
1.
Sulit diterapkan dalam
suatu kelas yang besar(40- 45 orang).
2.
Dibutuhkan waktu yang
lama untuk memahami materi pelajaran.
3.
Siswa yang mempunyai
kecerdasan sedang memerlukan waktu yang lebih lama untuk mampu memahami materi
pelajaran.
3.4
Penerapan RME dalam
Pembelajaran
Secara umum, teori RME terdiri dari lima karakteristik
yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya, Namun demikian, hendaknya
guru juga memperhatikan 3 aspek penilaian yang harus dicapai dalam
pembelajaran, yaitu aspek pemahaman konsep, aspek penalaran dan komunikasi,
serta aspek pemecahan masalah. Dengan memperhatikan ketiga aspek tersebut maka
guru dapat mengembangkan pendekatan atau model dalam proses pembelajaran serta
media yang tepat dalam mendukung belajar peserta didik dalam kelas. Dengan
suasana yang menyenangkan diharapkan peserta didik tidak jenuh lagi dalam
belajar matematika, namun sebaliknya, diharapkan peserta didik dapat
termotivasi untuk belajar dengan menyenangkan.
Sebagai ilustrasi berikut ini contoh soal dengan menggunakan kelima
karakteristik RME untuk mengajarkan konsep pembagian di Sekolah Dasar pada usia
8 atau 9 tahun. Guru mengenalkan masalah yang konteksnya real yaitu: Pedagang telur.
Ibu membeli telur
sebanyak 81 butir untuk membuat kue lebaran. Enam telur akan dibungkus pada
satu kantong plastik. Berapa banyak kantong plastik yang dibutuhkan?
Ilustrasinya adalah sebagai berikut:
Guru menggambarkan
petunjuk berupa sketsa kantong plastik sebagai model pada papan tulis.
Siswa mulai bekerja dalam suatu group 3 atau 4 orang. Guru berjalan
keliling kelas bertanya seadanya tentang proses memecahkan masalah. Siswa
senang sekali akan proses belajar seperti ini. Setelah sekitar
10 menit, guru mengakhiri bagian pelajaran ini. Siswa di minta untuk menunjukkan
dan menjelaskan solusinya dalam diskusi yang interaktif. Ana
hanya menyalin sketsa yang ada di papan tulis sebanyak yang ia
butuhkan untuk mengantongi.
Siswa lain, Ima,
memulai dengan cara yang sama, tetapi setelah menggambar dua sketsa kantong
plastik, ia mengubah ke sketsa yang lebih representatif: segi empat dengan
angka 6. Setelah menggambar dua kantong plastik, dia sadar bahwa isi
dari lima kantong plastik sama dengan 30 butir telur. Jadi melalui
30 ke 60 dan 72 serta 78. Dan akhirnya ia menambahkan
tiga telur pada kantong plastik yang terakhir
Siswa ke tiga, Riza,
mempunyai jawaban yang lebih jauh dalam matematisasi
masalah. Meskipun dia mulai dengan menggambar kantong plastik
sebagai model, namun ia segera menggunakan konsep perkalian yang ia baru
pelajari pada pelajaran yang lalu. Ia tulis 6 x 6 = 36 dan didobelkannya 36 ke
72 ditambahkannya 2 kantong plastik tadi untuk mendapatkan kapasitas
84. Selesai.
Jika kita lihat ketiga macam solusi (dan
tentunya banyak solusi lain) kita catat adanya suatu perbedaan
level ‘real’ matematika pada soal ‘real-world’ ini. Banyak
guru akan mendebat bahwa jawaban pertama tidak ada matematikanya sama sekali.
Tetapi visualisasi dan skematisasi (contoh informal matematika)
adalah alat yang sangat penting dan berguna dalam matematisasi. Solusi
ketiga, terkaitnya antara konsep perkalian dengan konsep baru yaitu
pembagian, membuat matematika lebih jelas.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1.
Dimensi pertama dalam
model adalah tanggung jawab guru untuk melakukan penawaran Kondisi yang sesuai
untuk belajar matematika siswa. Instruksi yang terpusat pada guru
dikonseptualisasikan dalam cara yang lebih normatif, dimana guru terutama
seharusnya menjelaskan prosedur dan memberikan arah, yang diyakini cukup dalam
proses pembelajaran.
2.
Dimensi kedua dalam
model adalah tanggung jawab guru untuk memulai Siswa untuk membangun
pengetahuan matematika mereka sendiri. Produk yang mencerminkan pendapat
siswa dan guru tentang pengalaman mereka sendiri pelajaran matematika
menunjukkan kesempatan bagi penalaran siswa, untuk menggunakan pengalaman
mereka, untuk membangun pengetahuan matematika.
3.
Dimensi Specific Mathematics Content memungkinkan
untuk menyoroti keberadaan konten matematika yang relevan di kelas matematika,
menggambarkan sejauh mana guru mengambil tanggung jawab untuk menekankan isi
dan bukan hanya bentuk kerja yang diwakili dalam dua faktor sebelumnya.
4.2 Implikasi
Dari kesimpulan di
atas memberikan implikasi bahwa penerapan pendekatan matematika realistik ini
dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam
memahami materi matematika. Penerapan pendekatan matematika realistik
diharapkan dapat menarik minat belajar siswa dan mengarahkan siswa untuk aktif
dan kreatif dalam proses pembelajaran yaitu menyelidiki dan memahami konsep
matematika melalui suatu masalah dalam situasi dunia nyata. Sehingga, siswa
merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran dikelas dan siswa lebih mudah
dalam memahami materi yang sedang dipelajari.
4.3 Saran
Berdasarkan simpulan
dari penulisan ini untuk mencapai kesuksesan dalam pembelajaran realistik
penulis memberikan saran – saran sebagai berikut:
1.
Diperlukan adanya
kesadaran siswa dalam bertanggung jawab terhadap setiap pelajaran disekolah.
2.
Diperlukan adanya
kesadaran antara pengajar dengan siswa agar pembelajaran realistik dapat
berjalan dengan baik.
3.
Setiap pengajar
diharapkan menguasai bermacam- macam metode pembelajaran.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar