Selasa, 04 Juni 2013

Pendidikan matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dewasa ini yang masih menjadi isu panas dalam kualitas pendidikan adalah prestasi siswa dalam bidang ilmu tertentu. Menyadari hal ini pemerintah bersama-sama dengan para ahli di bidang pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Upaya reformasi pendidikan yang telah dibuat oleh banyak pemerintah, termasuk melalui seminar, lokakarya dan materi pelatihan dalam hal mata pelajaran dan metode pembelajaran untuk bidang studi tertentu seperti Sains, Matematika dan lain-lain. Namun belum menampakkan hasil memuaskan, baik dari proses pembelajarannya maupun dari hasil prestasi siswanya.
Dari beberapa mata pelajaran yang disajikan disekolah, matematika adalah salah satu mata pelajaran yang perlu dilatih dalam system penalarannya. Melalui pengajaran matematika diharapkan dapat meningkatkan kapasitas keterampilan dan mengembangkan aplikasi. Selain itu matematika adalah cara berfikir dalam menentukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan matematika adalah adalah metode berfikir logis sistematis, dan konsisten.
Namun matematika merupakan mata pelajaran yang dianggap sebagian siswa sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari. Apalagi dengan peserta didik yang kerja otak kanan lebih dominan dalam aktifitas kesehariannya. Dengan asumsi seperti ini, maka pelajaran matematika akan menjadi sebuah penghambat dalam proses pembelajaran bagi sebagian siswa tersebut. Sehingga dalam pembelajaran perlu memperhatikan kondisi yang perlu dan dapat mendorong atau memotivasi peserta didik dalam pembelajaran yang sedang berlangsung. Namun demikian, dengan berbagai model pembelajaran yang ada memungkinkan guru untuk menyampaikan materi matematika secara menarik dan menyenangkan. Dalam kondisi peserta didik yang fun atau bisa dengan tema “belajar matematika dengan menyenangkan” maka perserta didik dapat mengikuti dengan fun juga, maka mereka tidak merasa kejenuhan dalam belajar matematika. Salah satu pendekatan pembelajaran yang ada adalah Pembelajaran matematika realistic atau yang lebih dikenal dengan RME (Realistic Mathematics Education).
1.2  Rumusan Masalah
1. Apakah RME itu?
2. Bagaimanakah langkah-langkah RME?
3. Apa sajakah kelebihan dan kelemahan RME?
4. Bagaimana penerapannya dalam pembelajaran matematika?

1.3  Tujuan
Dari Uraian diatas didapat:
Tujuan umum :
a.       Dapat mengetahui apa itu RME.
b.      Dapat mengetahui bagaimanakah langkah-langkah RME.
c.       Dapat mengetahui apa sajakan kelebihan dan kelemahan RME.
d.      Dapat mengetahui bagaimana penerapannya dalam pembelajaran matematika.

Tujuan khusus : Dapat mengaplikasikan RME dalam proses pembelajaran.
1.4 Manfaat
1. Manfaat teoritis
Secara umum dari ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pembelajaran matematika utamanya dalam meningkatkan pemahaman konsep belajar matematika siswa. Secara khusus review ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada strategi pembelajaran matematika.
2. Manfaat praktis
● Bagi siswa
Proses pembelajaran ini dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap  konsep matematika dengan baik.
● Bagi guru
Memberikan masukan kepada guru, khususnya guru matematika, bahwa dalam pembelajaran matematika dengan pemberian pertanyaan haruslah dapat   merangsang motivasi siswa agar pembelajaran menjadi lebih menarik dan kreatif.















BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman.Pembelajaran dalam dunia pendidikan adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Disisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.
2.2 Pendekatan Realistik
Pengertian pendekatan realistik menurut Sofyan, (2007: 28) “sebuah pendekatan pendidikan yang berusaha menempatkan pendidikan pada hakiki dasar pendidikan itu sendiri”.
Menurut Sudarman Benu, (2000: 405) “pendekatan realistik adalah pendekatan yang menggunakan masalah situasi dunia nyata atau suatu konsep sebagai titik tolak dalam belajar matematika”.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sejarah dan Pengertian RME
3.1.1 Sejarah RME
Pendidikan matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) mulai berkembang karena adanya keinginan meninjau kembali pendidikan matematika di Belanda yang dirasakan kurang bermakna bagi pebelajar. Gerakan ini mula-mula diprakarsai oleh Wijdeveld dan Goffre (1968) melalui proyek Wiskobas. Selanjutnya bentuk RME yang ada sampai sekarang sebagian besar ditentukan oleh pandangan Freudenthal (1977) tentang matematika. Menurut pandangannya matematika harus dikaitkan dengan kenyataan, dekat dengan pengalaman anak dan relevan terhadap masyarakat, dengan tujuan menjadi bagian dari nilai kemanusiaan. Selain memandang matematika sebagai subyek yang ditransfer, Freudenthal menekankan ide matematika sebagai suatu kegiatan kemanusiaan. Pelajaran matematika harus memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk “dibimbing” dan “menemukan kembali” matematika dengan melakukannya. Artinya dalam pendidikan matematika dengan sasaran utama matematika sebagai kegiatan dan bukan sistem tertutup. Jadi fokus pembelajaran matematika harus pada kegiatan bermatematika atau “matematisasi” (Freudental,1968).
Kemudian Treffers (1978, 1987) secara eksplisit merumuskan ide tersebut dalam 2 tipe matematisasi dalam konteks pendidikan, yaitu matematisasi horisontal dan vertikal. Pada matematisasi horizontal siswa diberi perkakas matematika yang dapat menolongnya menyusun dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematisasi vertikal di pihak lain merupakan proses reorganisasi dalam sistem matematis, misalnya menemukan hubungan langsung dari keterkaitan antar konsep-konsep dan strategi-strategi dan kemudian menerapkan temuan tersebut. Jadi matematisasi horisontal bertolak dari ranah nyata menuju ranah simbol, sedangkan matematisasi vertikal bergerak dalam ranah simbol. Kedua bentuk matematisasi ini sesungguhnya tidak berbeda maknanya dan sama nilainya (Freudenthal, 1991). Hal ini disebabkan oleh pemaknaan “realistik” yang berasal dari bahasa Belanda “realiseren” yang artinya bukan berhubungan dengan kenyataan, tetapi “membayangkan”. Kegiatan “membayangkan” ini ternyata akan lebih mudah dilakukan apabila bertolak dari dunia nyata, tetapi tidak selamanya harus melalui cara itu.
3.1.2 Pengertian RME
RME  adalah pendekatan pembelajaran yang bertolak dari hal-hal yang ‘real’ bagi siswa, menekankan keterampilan ‘proses of doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (‘student inventing’ sebagai kebalikan dari ‘teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini  peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berfikir, mengkomunikasikan ‘reasoning-nya’, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain. Secara umum, teori RME terdiri dari  lima karakteristik yaitu:
1.    Penggunaan real konteks sebagai titik tolak belajar matematika
2.    Penggunaan model yang menekankan penyelesaian secara informal sebelum menggunakan cara formal atau rumus.
3.     Mengaitkan sesama topik dalam matematika
4.     Penggunaan metode interaktif dalam belajar matematika
5.         Menghargai ragam jawaban dan kontribusi siswa.


Namun demikian, hendaknya guru  juga memperhatikan 3 aspek penilaian yang harus dicapai dalam pembelajaran, yaitu aspek pemahaman konsep, aspek penalaran dan komunikasi, serta aspek pemecahan masalah. Dengan memperhatikan ketiga aspek tersebut maka guru dapat mengembangkan pendekatan atau model dalam proses pembelajaran serta media yang tepat dalam mendukung belajar peserta didik dalam kelas. Dengan suasana yang menyenangkan diharapkan peserta didik tidak jenuh lagi dalam belajar matematika, namun sebaliknya,  diharapkan peserta didik dapat termotivasi untuk belajar dengan menyenangkan.
3.2 Langkah-langkah Metode RME
Untuk dapat melaksanakan RME kita harus tahu prinsip-prinip yang
digunakan RME dan karakteristik RME.
a.      Terdapat 5 prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu:
1.      Didominasi oleh masalah- masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika.
2.      Perhatian diberikan pada pengembangan model”situasi skema dan simbol”.
3.      Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif.
4.      Interaktif sebagai karakteristik diproses pembelajaran matematika
5.      Intertwinning (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.

Gravemeijer (dalam Fitri. 2007: 10) menyebutka tiga prinsip kunci dalam pendekatan realistik, ketiga kunci tersebut adalah:
1. Penemuan kembali secara terbimbing/ matematika secara progresif(Gunded Reinvention/ Progressive matematizing). Dalam menyeleseikan topik- topik matematika, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama, sebagai koknsep- konsep matematika dikemukakan. Siswa diberikan masalah nyata yang memungkinkan adanya penyeleseian yang berbeda.
2. Didaktif yang bersifat fenomena(didaktial phenomology) topik matematika yang akan diajarkan diupayakan berasal dari fenomenan sehari-hari.
3. Model yang dikembangkan sendiri(self developed models) dalam memecahkan ‘contextual problem”, mahasiswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri. Pengembangan model ini dapat berperan dalam menjembatani pengetahuan informal dan pengetahuan formal serta konkret dan abstrak.
b.  Karakteristik RME
Menurut Grafemeijer (dalam fitri, 2007: 13) ada 5 karakteristik pembelajaran matematika realistik, yaitu sebagai berikut:

1.    Menggunakan masalah kontekstual
Masalah konsektual berfungsi sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak dari mana matematika yang digunakan dapat muncul. Bagaimana masalah matematika itu muncul(yang berhubungan dengan kehidupan sehari- hari)
2.    Menggunakan model atau jembatan
Perhatian diarahkan kepada pengembangan model, skema, dan simbolisasi dari pada hanya mentrasfer rumus. Dengan menggunakan media pembelajaran siswa akan lebih faham dan mengerti tentang pembelajaran aritmatika sosial.




3.    Menggunakan kontribusi siswa
Kontribusi yang besar pada saat proses belajar mengajar diharapkan dari konstruksi murid sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal ke arah metode yang lebih formal. Dalam kehidupan sehari- hari diharapkan siswa dapat membedakan pengunaan aritmatika sosial terutama pada jual beli. Contohnya: harga baju yang didiskon dengan harga baju yang tidak didiskon.
4.    Interaktivitas
Negosiasi secara eksplisit, intervensi, dan evaluasi sesama murid dan guru adalah faktor penting dalam proses belajar secara konstruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai jembatan untuk menncapai strategi formal. Secara berkelompok siswa diminta untuk membuat pertanyaan kemudian diminta mempresentasikan didepan kelas sedangkan kelompok yang lain menanggapinya. Disini guru bertindak sebagai fasilitator.
5.    Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya (bersifat holistik)

Aritmatika sosial tidak hanya terdapat pada pembelajaran matematika saja, tetapi juga terdapat pada pembelajaran yang lainnya, misalnya pada akutansi, ekonomi, dan kehidupan sehari- hari.

c.  Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik
Berdasarkan prinsip dan karakteristik PMR serta dengan memperhatikan pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka dapatlah disusun suatu langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan PMR yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

● Langkah 1: Memahami masalah kontekstual
Guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari kepada siswa dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut,serta memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan masalah yang belum di pahami. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi  
● Langkah 2: Menjelaskan masalah kontekstual
Jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.
● Langkah 3 : Menyelesaikan masalah
Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek matematika yang ada pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah. Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh penyelesaian masalah-masalah tersebut. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini yaitu karakteristik kedua menggunakan model
● Langkah 4 : Membandingkan jawaban
Guru meminta siswa membentuk kelompok secara berpasangan dengan teman sebangkunya, bekerja sama mendiskusikan penyelesaian masalah-masalah yang telah diselesaikan secara individu (negosiasi, membandingkan, dan berdiskusi). Guru mengamati kegiatan yang dilakukan siswa, dan memberi bantuan jika dibutuhkan.
Dipilih kelompok berpasangan, dengan pertimbangan efisiensi waktu. Karena di sekolah tempat pelaksanaan ujicoba, menggunakan bangku panjang. Sehingga kelompok dengan jumlah anggota yang lebih banyak, membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pembentukannya. Sedangkan kelompok berpasangan tidak membutuhkan waktu, karena siswa telah duduk dalam tatanan kelompok berpasangan. Setelah diskusi berpasangan dilakukan, guru menunjuk wakil-wakil kelompok untuk menuliskan masing-masing ide penyelesaian dan alasan dari jawabannya, kemudian guru sebagai fasilitator dan modarator mengarahkan siswa berdiskusi, membimbing siswa mengambil kesimpulan sampai pada rumusan konsep/prinsip berdasarkan matematika formal (idealisasi, abstraksi). Karakteristik PMR yang muncul yaitu interaksi
● Langkah 5: Menyimpulkan
Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu rumusan konsep/prinsip dari topik yang dipelajari. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah adanya interaksi antar siswa dengan guru.
3.3. Kelebihan dan Kelemahan RME

Beberapa keunggulan dari pembelajaran metematika realistik antara lain:
1.      Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa dan suasana tegang tidak tampak.
2.      Materi dapat dipahami oleh sebagian besar siswa.
3.      Alat peraga adalah benda yang berada di sekitar, sehingga mudah didapatkan.
4.      Guru ditantang untuk mempelajari bahan.
5.      Guru menjadi lebih kreatif membuat alat peraga.
6.      Siswa mempunyai kecerdasan cukup tinggi tampak semakin pandai.

Beberapa kelemahan dari pembelajaran metematika realistik antara lain:
1.      Sulit diterapkan dalam suatu kelas yang besar(40- 45 orang).
2.      Dibutuhkan waktu yang lama untuk memahami materi pelajaran.
3.      Siswa yang mempunyai kecerdasan sedang memerlukan waktu yang lebih lama untuk mampu memahami materi pelajaran.

3.4              Penerapan RME dalam Pembelajaran
Secara umum, teori RME terdiri dari  lima karakteristik  yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya, Namun demikian, hendaknya guru  juga memperhatikan 3 aspek penilaian yang harus dicapai dalam pembelajaran, yaitu aspek pemahaman konsep, aspek penalaran dan komunikasi, serta aspek pemecahan masalah. Dengan memperhatikan ketiga aspek tersebut maka guru dapat mengembangkan pendekatan atau model dalam proses pembelajaran serta media yang tepat dalam mendukung belajar peserta didik dalam kelas. Dengan suasana yang menyenangkan diharapkan peserta didik tidak jenuh lagi dalam belajar matematika, namun sebaliknya, diharapkan peserta didik dapat termotivasi untuk belajar dengan menyenangkan.
Sebagai ilustrasi berikut ini contoh soal dengan menggunakan kelima karakteristik RME untuk mengajarkan konsep pembagian di Sekolah Dasar pada usia 8 atau 9 tahun.  Guru mengenalkan masalah yang konteksnya real yaitu:  Pedagang telur.
Ibu membeli telur sebanyak 81 butir untuk membuat kue lebaran. Enam telur akan dibungkus pada satu kantong plastik. Berapa banyak kantong plastik yang dibutuhkan?

Ilustrasinya adalah sebagai berikut:
Guru menggambarkan petunjuk berupa sketsa kantong plastik sebagai model pada papan tulis.

Siswa mulai bekerja dalam suatu group 3 atau 4 orang. Guru berjalan keliling kelas bertanya seadanya tentang proses memecahkan masalah. Siswa senang sekali akan proses belajar seperti ini.   Setelah sekitar 10 menit, guru mengakhiri bagian pelajaran ini. Siswa di minta untuk menunjukkan dan menjelaskan solusinya dalam diskusi yang interaktif. Ana hanya menyalin  sketsa yang ada di papan tulis sebanyak yang ia butuhkan untuk mengantongi.

Siswa lain, Ima, memulai dengan cara yang sama, tetapi setelah menggambar dua sketsa kantong plastik, ia mengubah ke sketsa yang lebih representatif: segi empat dengan angka 6. Setelah menggambar  dua kantong plastik, dia sadar bahwa isi dari lima kantong plastik sama dengan 30 butir telur.  Jadi melalui 30 ke 60 dan 72 serta 78.  Dan akhirnya ia menambahkan tiga  telur pada kantong plastik yang terakhir
Siswa ke tiga, Riza, mempunyai jawaban yang lebih jauh dalam matematisasi masalah.   Meskipun dia mulai dengan menggambar kantong plastik sebagai model, namun ia segera menggunakan konsep perkalian yang ia baru pelajari pada pelajaran yang lalu. Ia tulis 6 x 6 = 36 dan didobelkannya 36 ke 72 ditambahkannya 2 kantong plastik tadi untuk mendapatkan kapasitas 84.  Selesai.
Jika kita lihat ketiga macam solusi (dan tentunya banyak solusi lain) kita catat adanya suatu perbedaan level ‘real’ matematika pada soal ‘real-world’ ini.  Banyak guru akan mendebat bahwa jawaban pertama tidak ada matematikanya sama sekali. Tetapi visualisasi dan skematisasi (contoh informal matematika) adalah alat yang sangat penting dan berguna dalam matematisasi. Solusi ketiga, terkaitnya antara konsep perkalian dengan konsep baru yaitu pembagian,  membuat matematika lebih jelas.



























BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1.    Dimensi pertama dalam model adalah tanggung jawab guru untuk melakukan penawaran Kondisi yang sesuai untuk belajar matematika siswa.  Instruksi yang terpusat pada guru dikonseptualisasikan dalam cara yang lebih normatif, dimana guru terutama seharusnya menjelaskan prosedur dan memberikan arah, yang diyakini cukup dalam proses pembelajaran.
2.    Dimensi kedua dalam model adalah tanggung jawab guru untuk memulai Siswa untuk membangun pengetahuan matematika mereka sendiri. Produk yang mencerminkan pendapat siswa dan guru tentang pengalaman mereka sendiri pelajaran matematika menunjukkan kesempatan bagi penalaran siswa, untuk menggunakan pengalaman mereka, untuk membangun pengetahuan matematika. 
3.    Dimensi Specific Mathematics Content memungkinkan untuk menyoroti keberadaan konten matematika yang relevan di kelas matematika, menggambarkan sejauh mana guru mengambil tanggung jawab untuk menekankan isi dan bukan hanya bentuk kerja yang diwakili dalam dua faktor sebelumnya. 

4.2 Implikasi
Dari kesimpulan di atas memberikan implikasi bahwa penerapan pendekatan matematika realistik ini dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam memahami materi matematika. Penerapan pendekatan matematika realistik diharapkan dapat menarik minat belajar siswa dan mengarahkan siswa untuk aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran yaitu menyelidiki dan memahami konsep matematika melalui suatu masalah dalam situasi dunia nyata. Sehingga, siswa merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran dikelas dan siswa lebih mudah dalam memahami materi yang sedang dipelajari.
4.3 Saran
Berdasarkan simpulan dari penulisan ini untuk mencapai kesuksesan dalam pembelajaran realistik penulis memberikan saran – saran sebagai berikut:
1.      Diperlukan adanya kesadaran siswa dalam bertanggung jawab terhadap setiap pelajaran disekolah.
2.      Diperlukan adanya kesadaran antara pengajar dengan siswa agar pembelajaran realistik dapat berjalan dengan baik.
3.      Setiap pengajar diharapkan menguasai bermacam- macam metode pembelajaran.











Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar